Selasa, 02 Juni 2009

AMBALAT, ANGGARAN PERTAHANAN DAN KEBERANIAN



Permainan “go back to door” atau populernya “gobaksodor” itulah yang sedang dilakukan oleh kapal perang Malaysia ketika secara berulang kali memasuki batas wilayah NKRI sekitar pulau Ambalat untuk memprovokasi kapal perang Indonesia yang sedang menjaga pulau yang berpotensi kaya minyak itu. Sayangnya fakta di lapangan seperti yang ramai diberitakan media cetak dan elektronik menunjukkan, dengan hanya ditunjang kapal perang yang sudah mulai uzur kegagah beranian TNI AL tak mampu berbuat banyak meladeni permainan Malaysia yang bernuansa pelecehan martabat bangsa.

Keuzuran peralatan perang yang berujung ketidakberdayaan kapal perang kita mengimbangi permainan gobaksodor Malaysia di perairan Ambalat tersebut merupakan sebuah potret persoalan rendahnya alokasi anggaran yang selalu menyelimuti perjalanan Departemen Pertahanan RI. Pada tahun 2000, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp10,5 triliun, yang meningkat secara perlahan hingga pada setahun silam berjumlah Rp 36,4 triliun. Pada tahun 2009 ini pemerintah kembali menurunkan anggaran pertahanan menjadi sekitar Rp35 triliun. Namun, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemotongan anggaran masing-masing departemen sekitar 3,9 persen anggaran pelayanan publik, sehingga anggaran pertahanan menjadi Rp 33,635 triliun.

Rendahnya alokasi anggaran pertahanan tersebut juga diakui Presiden SBY dalam penyataannya saat meninjau langsung flat perumahan dinas pasukan pengamanan presiden (Paspampres) di Desa Bojong Cinangka, Bogor, Jawa Barat, yang juga dihadiri Menhan Juwono Sudarsono, Menkominfo M. Nuh, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso serta Seketaris Kabinet Sudi Silalahi, Senin (25/5) : "Anggaran pertahanan kalau menggunakan pendekatan yang ideal jauh dari memadai”. Presiden juga menyatakan dengan bangkitnya pembangunan perekonomian, maka anggaran pertahanan harus ditingkatkan. Kenaikan anggaran itu untuk modernisasi sistem persenjataan, termasuk biaya operasi dan pemeliharaan, serta kesejahteraan prajurit. Bila anggaran naik, kenaikannya diharapkan dapat mendekati minimun essential fund untuk membiayai minimum essential forces. Namun dana pertahanan sekarang sebesar Rp 33,635 triliun, diharapkan dapat digunakan sebaik-baiknya untuk biaya operasional, pendidikan dan pelatihan, pemeliharaan, biaya kesejahteran dan secara bertahan biaya pengadaan atau moderenisasi alutsista.

Artinya persoalan sekitar minimun essential fund untuk membiayai minimum essential forces masih akan berlangsung sampai dengan membaiknya situasi perkonomian nasional. Dengan alokasi anggaran pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem senjata TNI hanya di bawah sepuluh persen dari yang idealnya menurut Menhan adalah 20 hingga 25 persen, maka kemampuan untuk mempertahankan setiap jengkal tanah tumpah darah akan sangat rendah, terlebih jika mempertimbangkan peralatan persenjataan TNI yang sebagian besar telah berusia lebih dari 20 tahun. Kondisi riil kemampuan dukungan anggaran untuk sektor pertahanan negara tersebut harus menjadi pertimbangan penting dalam menyikapi krisis batas wilayah di perairan pulau Ambalat dengan negara Malaysia, khususnya untuk banyak saudara sebangsa dan setanah air kita yang sudah sangat geram dan tidak sabar untuk melakukan perlawanan fisik.

Sepak terjang negeri Jiran mendapatkan pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia, mendapatkan hak pengelolaan bersama areal sengekta dengan Thailand, mencuri isi hutan Kalimantan di sepanjang perbatasan Indonesia – Malaysia, menjadi penadah kayu illegal logging setelah menandatangani kesepakatan penghentian perdagangan kayu illegal dan berbagai ulah yang lain, semuanya sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana pemerintah negeri Jiran meraih keinginannya melalui jalan dosa penghalalan semua cara. Dengan ilmu machiaveli-nya itu, dibalik ulah provokasi angkatan laut Malaysia yang berulangkali memasuki batas wilayah perairan Indonesia, pasti ada skenario besar yang telah disiapkan pemerintah negeri Jiran untuk mengulang sukses Sipadan dan Ligitan dengan sasaran baru pulau Ambalat yang bikin ngiler karena minyaknya.

Bahwa dalam hal pulau Ambalat posisi Indonesia lebih kuat karena telah lebih dulu melakukan okupasi aktif sejak tahun 1980 adalah sebuah kebenaran fakta, yang walaupun demikian tidak boleh membuat pemerintah over confidence. Menghadapi Malaysia yang dengan segala kecurangan dan kelicikannya mampu sukses mencaplok pulau Sipadan dan Ligitan maupun mencaplok ½ dari daerah sengketa dengan Thailand, merupakan sinyal bahwa untuk urusan Ambalat ini pemerintah Indonesia harus serius dan tidak boleh gegabah. Walaupun pada hakekatnya nothing to lose tapi karena besarnya opportunity yang akan diraih jika menang, dapat dipastikan Malaysia tidak akan pernah mengalah begitu saja di meja perundingan. Grand scenario yang dipersiapkan oleh Malaysia kemungkinan besar adalah :

  1. Melakukan provokasi di lapangan dengan target untuk menarik perhatian dan membangun opini dunia bahwa Malaysia memiliki hak atas Ambalat dan mengganggu konsentrasi pemerintah Indonesia dari focus penyelesaian sengketa secara damai melalui jalur perundingan.
  2. Berpura-pura membuka penyelesaian melalui meja perundingan dengan target membangun opini internasional bahwa Malaysia adalah negara yang cooperative dan beradab.
  3. Berpegang teguh pada data dan peta batas wilayah yang dibuat secara sepihak dengan target untuk membuat perundingan ke arah dead lock dan penyelesaian sengketa penguasaan Blok Ambalat dibawa ke jalur Hukum dan Mahkamah International.
  4. Menggunakan kekuatan lobbynya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan Mahkamah International untuk memenangkan Malaysia meskipun harus dengan menggunakan kembali dasar pertimbangan keputusan yang ”lucu-lucu”, tetapi yang penting bisa menang.

Dengan prakiraan grand scenario tersebut, Indonesia sejak sekarang meski berposisi lebih kuat perlu mempersiapkan diri dengan :

  1. Secara seksama mencari dan mencermati alternatif calon-calon pengacara asing dan dalam negeri yang layak digunakan dan berpengalaman dalam pengadilan internasional.
  2. Menambah armada dan pasukan untuk peningkatan intensitas penjagaan batas wilayah negara di perairan pulau Ambalat
  3. Membangun kekuatan lobby international/Mahkamah International yang lebih baik dan lebih intensif.

Jika Indonesia menang di tingkat Mahkamah International, itu adalah yang diharapkan dan harus disyukuri dengan ucapan Alhamdulillah (bagi yang muslim). Sebaliknya jika harus kecolongan untuk yang kedua kalinya akankah bangsa Indonesia terima dan tinggal diam. Untuk kasus kecolongan Sipadan dan Ligitan apa boleh buat, tetapi untuk Ambalat rasanya kita harus mulai berani mengatakan tidak..!!. sekalipun itu keputusan Mahkamah International. Bukankah kita juga berani mengatakan tolak IGGI ? bukankah kita juga pernah berani mengatakan go to hell IMF ? Jika jalur perundingan, hukum dan Mahkamah International tidak berhasil, maka mau tidak mau demi mempertahankan kedaulatan bangsa, demi menjaga kemartabatan bangsa dan pemberian efek jera kepada negeri Jiran yang sudah banyak berlaku kurang ajar, harus digunakan jalan terakhir, perang fisik...!

Bahwa dari sisi modernitas peralatan dan persenjataan Indonesia mungkin sedikit kalah harus diakui, tetapi dengan keunggulan sisi jumlah yang signifikan, akankah Indonesia kalah? Perlu dibuktikan.... kita yang diganyang atau kita yang mengganyang Malaysia.

Hidup Indonesiaku....!

Lindungi Ambalatku......!

Merdeka.....!!!

Salam Perjuangan

Wongsamin

1 komentar:

  1. Merdeka, Kang!

    TNI udah siap tuh! Tinggal tunggu perintah...:))

    BalasHapus