Sabtu, 17 Desember 2016

CARA MENAMPILKAN SLIDE PHOTO PADA HEADER WEBSITE

Ketika kita sudah membangun website, selain content yang akan disajikan kepada publik yang perlu dipikirkan kemudian adalah soal bagaimana membuat tampilan website menjadi lebih menarik. Untuk urusan meningkatkan daya tarik  tampilan website, prioritas pertama umumnya jatuh pada penyajian koleksi photo. Bagi sebagian orang pekerjaan menampilkan photo tersebut masih terasa sulit, padahal sebenarnya simple saja, asal sudah tahu caranya.
Pada prinsipnya syarat untuk dapat menampilkan gallery photo dalam website adalah harus memiliki package extension tertentu yang terinstal dalam website. Untuk website yang berbasis joomla banyak tersedia pilihan package extension yang memungkinkan untuk bisa menampilkan photo secara menarik. Baik yang berbayar maupun yang free. Salah satu  free package extension yang cukup bagus untuk dipilih adalah Joombig Banner Image Slidder yang hasilnya dapat dilihat di video berikut.


Jika Anda menyukainya, silahkan lanjutkan membaca artikel ini.
Maaf ya... tunggu dulu penyiapan artikelnya tertunda pekerjaan

Senin, 12 Desember 2016

PERJALANAN EKSPOR PRODUK KAYU INDONESIA MENUJU FLEGT LICENCE

Pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal telah menjadi isyu global yang membawa keprihatinan masyarakat international. Pemerintah Indonesia berkomitmen atas pemberantasan pembalakan liar dan perdagangan kayu liar, serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan. Terlebih Indonesia adalah negara dengan tutupan hutan terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo. Sebagai wujud dari komitmen tersebut tanggal 11-13 September 2001, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan tingkat Menteri untuk membahas penanggulangan illegal logging dan tata kelola kehutanan. Pertemuan tersebut menghasilkan Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) Declaration yang kemudian lebih dikenal sebagai Deklarasi Bali.
Dalam upaya mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik (Good Governance) sesuai dengan mandat deklarasi Bali, Departemen Kehutanan menetapkan Kriteria dan Indikator Kinerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) pada Unit Pengelolaan dengan menerbitkan SK Menhut No. 4795/Kpts-II/2002 tanggal 03 Juni 2002. Pada tanggal yang sama juga diterbitkan SK Menhut No. 4796/Kpts-II/2002 tentang Tata Cara Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari Pada Unit Pengelolaan yang mewajibkan kepada setiap Unit Manajemen HPH untuk menjalani Penilaian Kinerja PHAPL oleh Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu. Untuk melengkapi dua SK Menhut tersebut selanjutnya diterbitkan SK Menhut No. 6420/Kpts-II/2002 tanggal 24 Juni 2002 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penilaian Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu Pada Hutan Alam. Implementasi dari ketiga SK Menhut tersebut menghasilkan penilaian Kinerja PHAPL pada 24 Unit Pengelolaan yang dilaksanakan oleh 12 Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu.
Tahun 2003 dilakukan penyempurnaan SK Menhut No. 4796/Kpts-II/2002 dengan terbitnya dengan SK No. 208/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juli 2003 tentang Tata Cara Penilaian Kinerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Di Unit Manajemen Dalam Rangka Pengelolaan Hutan Secara Lestari. Selain itu juga dilakukan penambahan sebanyak 13 LPI-Mampu sehingga menjadi berjumlah 25 LPI-Mampu.  Dalam perkembangannya jumlah LPI-Mampu mengalami beberapa kali pengurangan seiring dengan rekomendasi-rekomendasi Tim Evaluasi (TE) dari unsur pakar yang diberi tanggung jawab melakukan evaluasi terhadap kualitas Laporan Hasil Penilaian LPI-Mampu.
Penerapan model penilaian kinerja PHPL pada tahun 2003 diperluas pada unit pengelolaan hutan tanaman dan pada industri primer. Penilaian kinerja pada unit pengelolaan hutan tanaman diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/2003 tanggal 12 Juni 2003 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Secara Lestari Pada Unit Manajemen Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman. Dan Keputusan Menteri Kehutanan No. 180/Kpts-II/2003 tanggal 12 Juni 2003 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penilaian Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu Pada Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman.  Sedangkan penilaian kinerja pada industri primer diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 303/Kpts-II/2003 tanggal 05 September 2003 tentang Tata Cara Penilaian Kinerja Industri Primer Hasil Hutan Kayu dan Keputusan Menteri Kehutanan No. 325/Kpts-II/2003 tanggal 19 September 2003 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penilaian Lembaga Penilai Independen (LPI) Mampu Di Bidang Industri Primer Hasil Hutan Kayu Dengan Kapasitas Di Atas 6.000 M3 Per Tahun.
Dalam perkembangannya penilaian kinerja pada unit pengelolaan hutan tanaman praktis berjalan pada tahun 2003 dan 2005. Penilaian kinerja pada industri primer berjalan pada tahun 2003. Sedangkan kegiatan penilaian kinerja PHAPL pada hutan alam berjalan efektif dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 sebelum kemudian LPI Mampu diganti dengan LP-PHPL yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasionnal (KAN) pada tahun 2009.
Seiring dengan percepatan pencapaian tata kelola kehutanan yang baik melalui pelaksanaan penilaian kinerja pada Unit Pengelolaan hutan alam, hutan tanaman dan industri primer, pasca deklarasi Bali Departemen Kehutanan  terus mengintensifkan upaya pemberantasan illegal logging. Pelaksanaan pemberantasan illegal logging tersebut dilakukan melalui pendekatan operasi penindakan (hard approach) secara konsisten bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan pendekatan pembenahan sistem peredaran dan perdagangan kayu dan produk kayu (soft approach). Selain melalui dua pendekatan tersebut, upaya pemberantasan illegal loging juga ditempuh melalui jalur kerjasama bilateral untuk menutup akses perdagangan kayu ilegal di pasar luar negeri.
Bulan April 2002 Menteri Kehutanan melakukan pendatanganan MoU kerjasama penanggulangan illegal logging dan illegal trade of forest products dengan Pemerintah Inggris,  disusul kemudian pada bulan Desember 2002 Menteri Kehutanan juga melakukan penandatangan MoU sejenis dengan Pemerintah Cina. Selanjutnya  pada bulan Juni 2003 Menteri Kehutanan melakukan  pendatanganan nota kesepahaman (MoU) dan kerjasama  penanggulangan illegal logging (penebangan liar) dan illegal trade (perdagangan liar) hasil hutan dengan Pemerintah Jepang.
Tahun 2003 Indonesia mulai mengembangkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dengan melibatkan para pihak dan didasarkan pada prinsip tata kelola hutan yang baik (Governance), kredibilitas (Credibility) dan keterwakilan para pihak (Representativeness). SVLK menjadi penting dalam perjanjian kemitraan antara Indonesia dengan Uni Eropa karena pada dasarnya memiliki kesetaraan dengan Sistem Jaminan Legalitas Kayu (Timber Legality Assurance System : TLAS). Dengan SVLK  diharapkan mampu   menjamin bahwa kayu dan produk kayu berasal dari sumber yang legal dan membangun kepercayaan masyarakat internasional (negara tujuan ekspor produk kayu).
Disisi yang lain sebagai negara konsumen Uni Eropa secara aktif melakukan inisiatif Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT).  FLEGT merupakan kebijakan Uni Eropa untuk menanggulangi masalah pembalakan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan yang terjadi secara global. Kebijakan FLEGT Uni Eropa tersebut diadopsi dalam Rencana Aksi FLEGT yang diluncurkan tahun 2003. Salah satu point dari rencana aksi FLEGT adalah komitmen Uni Eropa untuk mengembangkan Perjanjian Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreements/VPA) dengan Negara-negara produsen kayu untuk mencegah hasil produk kayu illegal memasuki pasar Eropa. Tahun 2005 Uni Eropa mengadopsi Regulasi No. 2173 yang berisi tentang skema lisensi bagi impor kayu melalui FLEGT-VPA antara Uni Eropa dengan negara produsen kayu.
Sejalan dengan proses pengembangan SVLK yang terus berjalan secara multi pihak, pada tahun 2007 mulai dilakukan perundingan dan negosiasi  FLEGT-VPA antara Indonesia – Uni Eropa. Awal perundingan dan negosiasi tersebut ditandai dengan penandatanganan Pernyataan Bersama di Brussels antara Menteri Kehutanan (MS Kaban) dan Komisioner Uni Eropa Bidang Lingkungan Hidup (Stavros Dimas) dan Komisioner Bidang Kerjasama Pembangunan (Louis Michel). Pada prinsipnya, FLEGT-VPA adalah suatu mekanisme praktis verifikasi legalitas kayu, agar kayu yang diproduksi negara penghasil kayu dan diekspor ke Uni Eropa dapat dikenali dengan menggunakan identitas atau perijinan yang dikeluarkan oleh negara mitra dan telah diakui oleh Uni Eropa (lisensi FLEGT).
Pada bulan Juni 2009 Pemerintah RI c.q Kementerian Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009  mengenai Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak. Peraturan tersebut sejatinya merupakan fusi antara Sistem Penilaian Kinerja PHPL yang telah berjalan sejak 2002 dengan Sistim Verifikasi Legalitas Kayu yang dikembangkan secara multipihak sejak 2003. Penerbitan Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 tersebut murupakan wujud dari komitmen perbaikan tatakelola kehutanan dalam promosi perdagangan kayu legal dan pemberantasan kayu illegal yang sejalan dengan Deklarasi Bali 2001 tentang Forest Law Enforcement and Governance (FLEG).
Kesesuaian Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 tersebut terhadap prinsip tata kelola hutan yang baik (Governance), kredibilitas (Credibility) dan keterwakilan para pihak (Representativeness) dalam Permenhut tersebut  dinyatakan dalam bentuk : 
  1. Sasaran penilaian meliputi : IUPHHK-HA ; IUPHHK-HT ; IUPHHK HTR ; IUPHHK HKm ; IUPHHK RE, IPK, IUIPHHK , IUI Lanjutan dan Pemilik Hutan Hak (Hutan Rakyat) ;
  2. Lingkup penilaian, mencakup : Penilaian Kinerja PHPL, Verifikasi Legalitas Kayu (Hutan) dan Verifikasi Legalitas Kayu (Industri) ;
  3. Pelaksanaan Verifikasi Legalitas Kayu dilakukan oleh pihak ketiga independen yaitu Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen (LP&VI).
  4. Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen (LP&VI) harus mendapat akreditasi dari badan akreditasi independen yaitu Komite Akreditasi Nasional (KAN).
  5. Memberikan ruang kepada Lembaga Pemantau Independen dari unsur masyarakat, lembaga/jaringan yang memiliki kepedulian di bidang kehutanan untuk menyampaikan keberatan/masukan dalam proses  dan penerapan  system.
Dialog VPA semakin intensif dilakukan seiring dengan terbitnya Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009. Parlemen Uni Eropa pada tahun 2010 mengesahkan EUTR (EU – Timber Regulation) No.995/2010 yang melarang pelaku pasar di EU untuk memperdagangkan kayu dan produk kayu illegal, sehingga seluruh produk yang masuk wilayah EU harus melalui uji tuntas (due diligence).  Peraturan Perkayuan Uni Eropa /EUTR secara effektif akan mulai diberlakukan pada Maret 2013.
Dalam rangka penyelesaian perundingan FLEGT – VPA Indonesia-Uni Eropa, pada tanggal 04 Mei 2011 Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan, dan Komisioner Perdagangan Uni Eropa, Karel de Gucht, melakukan penandatanganan Pernyataan Bersama  di Jakarta. Pernyataan Bersama ini  sebagai wujud komitmen untuk memulai proses penandatanganan dan penjajakan penerapan awal FLEGT-VPA Indonesia-Uni Eropa. Disepakatinya FLEGT-VPA Indonesia-Uni Eropa merupakan bentuk pengakuan Uni Eropa terhadap sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) Indonesia. Indonesia tidak saja merupakan Negara Asia pertama yang menyelesaikan negosiasi VPA dengan Uni Eropa, tetapi juga merupakan Negara eksportir kayu terbesar yang memasuki proses negosiasi untuk perjanjian VPA. Melalui perjanjian ini, Uni Eropa dan Negara-negara anggotanya akan menjamin akses yang bebas dan tak terbatas bagi seluruh produk-produk kayu berlisensi FLEGT yang datang dari Indonesia dan akan meningkatkan pencitraan produk-produk kayu Indonesia berlisensi FLEGT di Uni Eropa.
Sejalan dengan capaian perkembangan kerjasama FLEGT-VPA yang telah memasuki tahap penjajakan penerapan awal FLEGT-VPA antara Indonesia - Uni Eropa,  pada tanggal 11 November 2011 Menteri Kehutanan meresmikan tanda V-Legal untuk kayu dan produk kayu legal. Acara peresmian tersebut dilakukan bersamaan dengan saat penyerahan Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) untuk lima kelompok hutan rakyat di Lampung Tengah dengan dihadiri Gubernur Lampung dan Para Duta Besar Negara pengimpor kayu. Selanjutnya Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 dirubah dengan  Permenhut  No. P.68/Menhut-II/2011 tanggal 22 Desember 2011.
Untuk mendukung implementasi SVLK pada tahun 2012 dikembangkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) secara online. Sistim ini didesain untuk memungkinkan memantau perkembangan ekspor produk industri kehutanan dari Indonesia ke berbagai pasar ekspor di dunia secara real time. Pencanangan SILK secara online dilakukan tanggal 1 Agustus 2012 oleh Menteri Kehutanan, Wakil Menteri Perdagangan, dan Wakil Menteri Perindustrian. Unit informasi verifikasi legalitas kayu (License Informaton Unit / LIU ) menjadi pengelola sistem informasi terkait legalitas kayu dan produk kayu untuk tujuan ekspor dan terhubung dengan InaTrade di Kementerian Perdagangan dan Indonesia National Single Window (INSW) di Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Bea dan Cukai dan juga dengan otoritas kompeten negara tujuan ekspor. Sejalan dengan perkembangan tersebut kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang mengatur ekspor produk industri kehutanan wajib menggunakan Dokumen V-Legal.
Dalam rangka pemastian bahwa prosedur pengiriman kayu menggunakan Dokumen V-Legal dan penanganan lisensi-lisensi di negara pasar berfungsi serta untuk mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan apabila diperlukan, tanggal 23 Oktober 2012 dilakukan uji pengapalan (shipment test) produk kayu menggunakan Dokumen V-Legal di Kendal. Acara shipment test ini dihadiri Wakil Menteri Perdagangan dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Julian Wilson. Shipment test pertama ke Eropa tersebut diikuti oleh 17 eksportir Indonesia dan 21 importir Uni Eropa. Selanjutnya Permenhut No. P.68/Menhut-II/2011 kemudian diperbaiki dengan Permenhut No. P.45/Menhut-II/2012 tanggal 14 Desember 2012 dan Permenhut No. P.42/Menhut-II/2013 tanggal 16 Agustus 2013.
Setelah sekitar enam tahun bernegosiasi, FLEGT-VPA Indonesia-Uni Eropa akhirnya ditandatangani pada tanggal 30 September 2013 oleh Menteri Kehutanan RI dengan Mr. Janez Potocnik selaku presiden Uni Eropa serta Mr. Valentinas Mazuronis, selaku Commissioner Uni Eropa. Penandatangan FLEGT-VPA antara Indonesia dengan Uni Eropa ini merupakan perjanjian pertama di dunia yang telah dilengkapi dengan sistem penjaminan legalitas kayu. Sejalan dengan itu kemudian diterbitkan Permendag No 81/M-DAG/PER/12/2013 tanggal 27 Desember 2013 untuk menggantikan Permendag sebelumnya.
Perjanjian FLEGT-VPA selanjutnya diratifikasi oleh kedua belah pihak. Indonesia meratifikasi dengan Perpres 21/2014, sementara Parlemen EU meratifikasi pada tanggal 27 Februari 2014, disusul kemudian dengan pembentukan Joint Preparatory Committee  (JPC) dan Joint Expert Meeting (JEM) agar FLEGT-VPA dapat diimplementasikan secara penuh. Mempertimbangkan kesiapan IKM furniture, maka lewat perundingan  tiga menteri, yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri LHK, tenggang waktu implementasi penuh SVLK kemudian kembali diundur. Pengunduran tersebut menjadi latar belakang diterbitkannya Peraturan Menteri LHK No. P.95/Menhut-II/2014. Untuk proses ekspor industri kehutanan, terbit Permendag No 97/M-DAG/PER/12/2014  tanggal 24 Desember 2014 yang kemudian diperbaharui dengan Permendag No 66/M-DAG/PER/08/2015 tanggal 27 Agustus 2015.
Dalam kerangka deregulasi Permendag No 66/M-DAG/PER/08/2015 tanggal 27 Agustus 2015 digantikan dengan Permendag No. 89/ M-DAG/PER/10/2015 dirilis pada 19 Oktober 2015. Salah satu ketentuan Permendag tersebut adalah menghapus kewajiban SVLK bagi  11 Pos Tarif /HS. Ketentuan penghapusan kewajiban SVLK oleh banyak pihak dikhawatirkan berpotensi menjadi ganjalan terhadap pengakuan SVLK yang secara multipihak telah diperjuangkan sejak tahun 2003. Mempertimbangkan perkembangan kerjasama FLEGT-VPA yang telah dicapai situasi strategis yang menjadi concern para pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kemudian menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016 tanggal 1 Maret 2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin, Hak Pengelolaan atau Pada Hutan Hak. Sedangkan Kementrian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 25/M-DAG/PER/04/2016 tanggal 15 April 2016 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 89/M-DAG/PER/10/2015 Tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Melalui Permendag terakhir tersebut kelonggaran yang diterapkan untuk 15 pos tariff dicabut dan diwajibkan kembali memiliki SVLK.
Seminggu setelah pemberlakuan Permendag 25 atau tanggal 21 April 2016, dilakukan Kesepakatan Bersama tentang penyetaraan SVLK dengan lisensi FLEGT yang dilakukan oleh Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk, dan Presiden Indonesia Joko Widodo di Brussels, Belgia. Sebagai tindak lanjut menyusuli kesepakatan penyetaraan SVLK – lisensi FLEGT tersebut, pada tanggal 18 Mei 2016 dilakukan sidang JIC ke-4  di Brussels untuk membahas penerapan lisensi FLEGT yang bertujuan menjamin legalitas ekspor produk kayu Indonesia berlisensi secara resmi.
Berikutnya sidang Komite Implementasi Gabungan (Joint Implementation Committee/ JIC) ke-5 dilaksanakan di Yogyakarta tanggal 15 September 2016. Dalam sidang JIC ke-5 tersebut akhirnya Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa menyepakati penerbitan bahwa Lisensi "Forest Law Enforcement Governance and Trade" atau "FLEGT" atas produk kayu asal Indonesia di pasar Uni Eropa resmi diberlakukan mulai 15 November 2016. Peresmian tersebut ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Kemitraan Sukarela (VPA) antara Kepala Deputi Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts dan Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Putera Parthama.

Keputusan tersebut  menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang mencapai tonggak penting ini dalam upaya global memberantas pembalakan liar serta perdagangan kayu ilegal. Dengan lisensi FLEGT, mulai 15 November 2016 produk kayu asal Indonesia akan lebih kompetitif karena bisa bebas memasuki pasar 28 negara anggota Uni Eropa tanpa harus melalui uji tuntas (due diligence).  Hal tersebut tidak hanya membuat bisnis produk kayu menjadi lebih efisien bagi pengusaha baik di Indonesia maupun di EU, namun juga memperkuat tata kelola dan menjamin perlakuan yang adil bagi semua pemangku kepentingan kehutanan.

Sumber : www.almasentra.com

Minggu, 11 Desember 2016

RENUNGAN JUM'AT

Rejeki iku jare wis dipesti. 
Nanging tetep kudu digoleki.
Kanti tandang gawe sing setiti.
Landesane luhuring budi pekerti.
Koyo dene sing diajarno kanjeng Nabi.

Gusti pengeran iku moho paweh.
Nek wis oleh ojo lali ngengeh ngengeh.
Marang liyan ning sejatine bateh.
Amalan iku
Sejatine ora kanggo sopo-sopo lan opo-opo. 
Kejobo sardemo kanggo kamulyanmu dewe
Mbesuk nek wis ra iso dadeh.

Depok, 09 Des 2016